Pada dasarnya perjalanan Hidup akan memberikan suasana hati yang terkadang naik turun
Karena Hati sering jadi sandaran ,namun sesungguhnya Qalbulah yang tidak bisa dibolak balikkan
lebih sering memahami akan sebuah sandarannya
seperti ;
Motivasi diri
Setiap manusia yang memahami Spiritual maka bisa memaknai perjalan hidupnya.
Seperti Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
'Hakikat tawakal merupakan penyandaran hati kepada Allah ’Azza wa Jalla dalam mengambil suatu kebaikan dan menghilangkan suatu keburukan dari seluruh urusan dunia maupun akhirat,
dan beriman dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, serta memberikan keburukan dan manfaat kecuali hanya Allah Azza Wa Jalla semata".
(Jika sudah demikian), maka tindakannya berikhtiar dengan apapun tidak akan membahayakan lagi baginya, asalkan hatinya kosong dari (perasaan) bersandar kepadanya dan mengandalkannya.
Sebagaimana tidak berguna baginya perkataan: “aku telah bertawakkal kepada Allah”,
tapi ternyata masih bersandar kepada yang lain-Nya, mengandalkannya, dan percaya penuh kepadanya.
Jadi tawakalnya lisan merupakan perkara tersendiri, dan tawakalnya hati itu perkara lainpula.
Sebagaimana taubatnya lisan tapi hatinya masih terus bermaksiat itu perkara lain lagi.
Bacalah ;
Maka perkataan seorang hamba:
“aku telah bertawakkal kepada Allah”, tapi ternyata hatinya tetap bersandar kepada selain-Nya, itu seperti perkataannya:
“aku telah bertaubat kepada Allah”, tapi ternyata dia tetap dengan kemaksiatannya dan terus melakukannya.”
[Kitab: Alfawaid, Ibnul Qoyyim, hal 87]
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah,
Sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang “
(HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dan Al Hakim. Imam Tirmidzi berkata : hasan shahih)
Hadist ini merupakan pokok dalam masalah tawakal kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tawakal yang benar harus disertai dengan mengambil sebab yang disyariatkan.
Mengambil suatu sebab bukan berarti menafikan (meniadakan) tawakal.
Rasulullah yang merupakan imamnya orang yang bertawakal,
Ketika beliau memasuki kota Mekah pada saat peristiwa Fathul Mekah beliau tetap menggunakan pelindung kepala (ini menunjukkan beliau mengambil sebab untuk melindungi diri beliau).
Beliau juga telah memberi petunjuk untuk menggabungkan antara mengambil sebab dan bersandar kepada Allah melalui sabda beliau itu2:
“Semangatlah kalian terhadap hal-hal yang bermanfaat bagi kalian dan mohonlah pertolongan kepada Allah “ (H.R Muslim 2664).
Dalam hadits ’Umar di atas terdapat penggabungan antara usaha mengambil sebab dengan bertawakal kepada Allah.
Mengambil sebab dalam hadits tersebut disebutkan dengan perbuatan burung, yang pergi dalam keadaan lapar (perutnya dalam keadaan kosong, kemudian pergi untuk mencari rezeki), dan kembali dalam keadaan kenyang (perutnya dalam keadaan isi).
Namun, ketika seseorang mengambil sebab, dia tidak boleh bersandar kepada sebab tersebut, akan tetapi harus tetap harus bersandar hanya kepada Allah Azza Wa jalla dengan ikhtiar yang penuh
Demikian juga tidak boleh seseorang menelantarkan mengambil sebab kemudian menyangka dirinya telah bertawakal kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menetapkan sebab dan Allah pula yang menetapakan hasil dari sebab tersebut. Berkata Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam Jaami’ul ’Uluum wal Hikam:
”Hadist ini merupakan asas dalam hal tawakal kepada Allah, dan sesungguhnya tawakal merupakan sebab terbesar yang dapat mendatangkan rezeki.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan baginya jalan keluar dan
memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangaka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan kecukupan baginya
…” (QS. Ath Thalaaq:2-3).
Untuk itu setiap Hamba yang berIman melakukan 3 hal tadi yakni ;
Tetap Optimis dalam melangkah ikhtiar walau rintangan tetap membentang , Tawakal akan takdirnya .