Surah Al Ahzaab (Sekutu-Sekutu)
Surah ke-33. 73 ayat. Madaniyyah
Surah ke-33. 73 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-6: Beberapa perintah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya, pembatalan kebiasaan zhihar dan pengangkatan anak yang biasa dilakukan pada zaman jahilyyah, pembatasan warisan hanya untuk kerabat, dan bahwa istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti ibu bagi kaum mukmin sehingga patut dihormati.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١) وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (٢) وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا (٣) مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (٤) ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٥) النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَأُولُو الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا (٦)
Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 1-6
1. Wahai Nabi![1] Bertakwalah kepada Allah[2] dan janganlah engkau menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik[3]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui[4] lagi Mahabijaksana,
2. Tetapi ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu[5]. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
3.
[6]Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara[7].
4. [8]Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya[9]; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[10] itu sebagai ibumu[11], dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)[12]. Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja[13]. Allah mengatakan yang sebenarnya[14] dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
5. [15]Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka[16]; itulah yang adil[17] di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[18]. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu[19], tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu[20]. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[21].
6. [22]Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri[23] dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka[24]. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah[25] satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin[26], kecuali kalau kamu hendak berbuat baik[27] kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah[28] telah tertulis[29] dalam kitab (Allah)[30].
Ayat 7-8: Pengambilan perjanjian dari para nabi untuk menyampaikan risalah, khususnya dari para nabi ulul ‘azmi.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧) لِيَسْأَلَ الصَّادِقِينَ عَنْ صِدْقِهِمْ وَأَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا أَلِيمًا (٨)
Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 7-8
7. [31]Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam[32], dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh[33],
8. agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka[34]. Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir.
[1] Maksudnya, wahai orang yang dikaruniakan kenabian oleh Allah, dikhususkan dengan wahyunya, dan dilebihkan di antara sekian makhluk-Nya! Syukurilah nikmat Tuhanmu yang dilimpahkan kepadamu dengan melakukan ketakwaan kepada-Nya, di mana engkau lebih harus bertakwa daripada selainmu, kewajibanmu lebih besar daripada selainmu, maka kerjakanlah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya serta sampaikanlah risalah dan wahyu-Nya serta berikanlah sikap tulus (nasihat) kepada makhluk-Nya.
Ayat 1-6: Beberapa perintah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya, pembatalan kebiasaan zhihar dan pengangkatan anak yang biasa dilakukan pada zaman jahilyyah, pembatasan warisan hanya untuk kerabat, dan bahwa istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti ibu bagi kaum mukmin sehingga patut dihormati.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١) وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (٢) وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا (٣) مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (٤) ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٥) النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَأُولُو الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا (٦)
Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 1-6
1. Wahai Nabi![1] Bertakwalah kepada Allah[2] dan janganlah engkau menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik[3]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui[4] lagi Mahabijaksana,
2. Tetapi ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu[5]. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
3.
[6]Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara[7].
4. [8]Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya[9]; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[10] itu sebagai ibumu[11], dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)[12]. Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja[13]. Allah mengatakan yang sebenarnya[14] dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
5. [15]Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka[16]; itulah yang adil[17] di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[18]. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu[19], tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu[20]. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[21].
6. [22]Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri[23] dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka[24]. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah[25] satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin[26], kecuali kalau kamu hendak berbuat baik[27] kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah[28] telah tertulis[29] dalam kitab (Allah)[30].
Ayat 7-8: Pengambilan perjanjian dari para nabi untuk menyampaikan risalah, khususnya dari para nabi ulul ‘azmi.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧) لِيَسْأَلَ الصَّادِقِينَ عَنْ صِدْقِهِمْ وَأَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا أَلِيمًا (٨)
Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 7-8
7. [31]Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam[32], dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh[33],
8. agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka[34]. Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir.
[1] Maksudnya, wahai orang yang dikaruniakan kenabian oleh Allah, dikhususkan dengan wahyunya, dan dilebihkan di antara sekian makhluk-Nya! Syukurilah nikmat Tuhanmu yang dilimpahkan kepadamu dengan melakukan ketakwaan kepada-Nya, di mana engkau lebih harus bertakwa daripada selainmu, kewajibanmu lebih besar daripada selainmu, maka kerjakanlah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya serta sampaikanlah risalah dan wahyu-Nya serta berikanlah sikap tulus (nasihat) kepada makhluk-Nya.
Jangan sampai ada yang menghalangimu dari tujuan ini, oleh karenanya janganlah menaati setiap orang kafir yang menampakkan permusuhan kepada Allah dan Rasul-Nya serta orang munafik yang menyembunyikan kekafiran dan pendustaan, tetapi yang ia tampakkan malah sebaliknya. Janganlah menaati mereka dalam sebagian perkara yang berlawanan dengan ketakwaan, dan jangan ikuti hawa nafsu mereka, sehingga nantinya mereka menyesatkanmu dari jalan yang lurus.
[2] Yakni tetaplah bertakwa kepada-Nya.
[3] Dalam hal yang menyelisihi syariatmu.
[4] Apa yang akan terjadi sebelum terjadinya.
[5] Karena ia adalah petunjuk dan rahmat, dan haraplah pahala Tuhanmya dengannya, karena Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan, Dia akan membalas amal yang kamu lakukan sesuai yang Dia ketahui darimu, baik atau buruk.
[6] Jika dalam hatimu ada perasaan, bahwa jika kamu tidak menaati keinginan mereka yang menyesatkan, maka akan timbul bahaya atau terjadi kekurangan dalam menunjuki manusia, maka berlepaslah dari kemampuan dirimu dan gunakanlah sesuatu yang dapat menghadapinya, yaitu tawakkal kepada Allah, dengan bersandar kepada Tuhanmu agar Dia menyelamatkan kamu dari keburukan mereka dalam menegakkan agama yang engkau diperintahkan menegakkannya, dan percayalah kepada-Nya dalam mencapai hal itu.
[7] Bagimu dan bagi umatmu. Dia akan mengurus masalahmu dengan cara yang lebih bermaslahat bagimu, karena Dia mengetahui maslahat hamba-Nya dari arah yang tidak diketahui hamba, Dia mampu menyampaikannya kepada hamba dari arah yang tidak diketahui hamba, dan Dia lebih sayang kepada hamba-Nya daripada diri hamba itu sendiri, daripada orang tuanya, bahkan lebih sayang melebihi siapa pun, khususnya kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang Dia senantiasa mentarbiyah mereka, melimpahkan keberkahan-Nya yang tampak maupun yang tesembunyi,
terlebih Dia telah memerintahkan untuk menyerahkan urusan kepada-Nya dan berjanji akan mengurus orang yang bertawakkal kepada-Nya. Oleh karena itu, urusan yang susah akan menjadi mudah, yang berat menjadi ringan, kebutuhan dapat terpenuhi, bahaya terhindar dan keburukan terangkat jika bertawakkal kepada-Nya. Kita dapat melihat, seorang hamba yang lemah ketika dia menyerahkan urusannya kepada Tuhannya, ternyata dia dapat melakukan perkara yang tidak dapat dilakukan banyak orang, hal itu karena Allah telah memudahkannya, dan kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan.
[8] Ayat ini merupakan kaidah umum dalam berbicara tentang segala sesuatu, memberitakan hal yang terjadi atau terwujudnya sesuatu yang Allah tidak mewujudkannya. Dikhususkan tentang masalah di atas adalah karena terjadinya masalah itu dan perlu sekali dijelaskan.
[9] Ayat ini sebagai bantahan terhadap salah seorang di antara orang-orang kafir yang menyatakan, bahwa dirinya memiliki dua buah hati yang masing-masingnya berfungsi, sehingga menurutnya, akalnya lebih utama daripada akal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal, Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam tubuhnya.
[10] Zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya, “Punggungmu haram bagiku seperti punggung ibuku atau seperti ibuku,” atau perkataan lain yang sama maksudnya. Sudah menjadi adat kebiasaan orang Arab Jahiliyah bahwa apabila suami berkata demikian kepada istrinya, maka istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. Tetapi setelah Islam datang, maka yang haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan, dan istri-istri itu kembali halal bagi suaminya dengan membayar kaffarat (denda) sebagaimana disebutkan dalam surah Al Mujadilah ayat 1-4.
[11] Yakni sebagai ibumu yang melahirkan kamu, di mana ia adalah orang yang paling besar kehormatan dan keharamannya bagimu, sedangkan istrimu adalah orang yang paling halal bagimu, lalu bagaimana kamu menyamakan orang yang berbeda? Hal ini tidaklah boleh.
[12] Karena anak kandungmu adalah anak yang kamu lahirkan atau dari kamu, sedangkan anak angkat bukan darimu.
[13] Menurut Jalaaluddin Al Mahalli, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi Zainab binti Jahsy yang sebelumnya sebagai istri Zaid bin Haritsah (yang sebelumnya dijadikan anak angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), maka orang-orang Yahudi dan kaum munafik berkata, “Muhammad menikahi istri (bekas) anaknya.” Maka Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya ini, “Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja.”
[2] Yakni tetaplah bertakwa kepada-Nya.
[3] Dalam hal yang menyelisihi syariatmu.
[4] Apa yang akan terjadi sebelum terjadinya.
[5] Karena ia adalah petunjuk dan rahmat, dan haraplah pahala Tuhanmya dengannya, karena Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan, Dia akan membalas amal yang kamu lakukan sesuai yang Dia ketahui darimu, baik atau buruk.
[6] Jika dalam hatimu ada perasaan, bahwa jika kamu tidak menaati keinginan mereka yang menyesatkan, maka akan timbul bahaya atau terjadi kekurangan dalam menunjuki manusia, maka berlepaslah dari kemampuan dirimu dan gunakanlah sesuatu yang dapat menghadapinya, yaitu tawakkal kepada Allah, dengan bersandar kepada Tuhanmu agar Dia menyelamatkan kamu dari keburukan mereka dalam menegakkan agama yang engkau diperintahkan menegakkannya, dan percayalah kepada-Nya dalam mencapai hal itu.
[7] Bagimu dan bagi umatmu. Dia akan mengurus masalahmu dengan cara yang lebih bermaslahat bagimu, karena Dia mengetahui maslahat hamba-Nya dari arah yang tidak diketahui hamba, Dia mampu menyampaikannya kepada hamba dari arah yang tidak diketahui hamba, dan Dia lebih sayang kepada hamba-Nya daripada diri hamba itu sendiri, daripada orang tuanya, bahkan lebih sayang melebihi siapa pun, khususnya kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang Dia senantiasa mentarbiyah mereka, melimpahkan keberkahan-Nya yang tampak maupun yang tesembunyi,
terlebih Dia telah memerintahkan untuk menyerahkan urusan kepada-Nya dan berjanji akan mengurus orang yang bertawakkal kepada-Nya. Oleh karena itu, urusan yang susah akan menjadi mudah, yang berat menjadi ringan, kebutuhan dapat terpenuhi, bahaya terhindar dan keburukan terangkat jika bertawakkal kepada-Nya. Kita dapat melihat, seorang hamba yang lemah ketika dia menyerahkan urusannya kepada Tuhannya, ternyata dia dapat melakukan perkara yang tidak dapat dilakukan banyak orang, hal itu karena Allah telah memudahkannya, dan kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan.
[8] Ayat ini merupakan kaidah umum dalam berbicara tentang segala sesuatu, memberitakan hal yang terjadi atau terwujudnya sesuatu yang Allah tidak mewujudkannya. Dikhususkan tentang masalah di atas adalah karena terjadinya masalah itu dan perlu sekali dijelaskan.
[9] Ayat ini sebagai bantahan terhadap salah seorang di antara orang-orang kafir yang menyatakan, bahwa dirinya memiliki dua buah hati yang masing-masingnya berfungsi, sehingga menurutnya, akalnya lebih utama daripada akal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal, Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam tubuhnya.
[10] Zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya, “Punggungmu haram bagiku seperti punggung ibuku atau seperti ibuku,” atau perkataan lain yang sama maksudnya. Sudah menjadi adat kebiasaan orang Arab Jahiliyah bahwa apabila suami berkata demikian kepada istrinya, maka istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. Tetapi setelah Islam datang, maka yang haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan, dan istri-istri itu kembali halal bagi suaminya dengan membayar kaffarat (denda) sebagaimana disebutkan dalam surah Al Mujadilah ayat 1-4.
[11] Yakni sebagai ibumu yang melahirkan kamu, di mana ia adalah orang yang paling besar kehormatan dan keharamannya bagimu, sedangkan istrimu adalah orang yang paling halal bagimu, lalu bagaimana kamu menyamakan orang yang berbeda? Hal ini tidaklah boleh.
[12] Karena anak kandungmu adalah anak yang kamu lahirkan atau dari kamu, sedangkan anak angkat bukan darimu.
[13] Menurut Jalaaluddin Al Mahalli, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi Zainab binti Jahsy yang sebelumnya sebagai istri Zaid bin Haritsah (yang sebelumnya dijadikan anak angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), maka orang-orang Yahudi dan kaum munafik berkata, “Muhammad menikahi istri (bekas) anaknya.” Maka Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya ini, “Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja.”
Adapun menurut Ibnu Katsir, maksud ayat, “Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja,” adalah pengangkatan seseorang sebagai anak angkat adalah sebatas ucapan saja, yang tidak menghendaki sebagai anak hakiki, karena ia dicipta melalui tulang shulbi orang lain.
[14] Yakni yang yakin dan benar. Oleh karena itulah, Dia memerintahkan kamu untuk mengikuti perkataan dan syariat-Nya. Perkataan-Nya adalah hak dan syariat-Nya adalah hak, sedangkan perkataan dan perbuatan yang batil tidaklah dinisbatkan kepada-Nya dari berbagai sisi, dan tidak termasuk petunjuk-Nya, karena Dia tidaklah menunjukkan kecuali kepada jalan yang lurus dan benar.
[15] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Zaid bin Haritsah maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelumnya biasa kami panggil dengan Zaid bin Muhammad, sampai Allah menurunkan ayat, “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;”
Ibnul Jarud meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Sahlah binti Suhail bin ‘Amr (ia adalah istri Abu Hudzaifah bin ‘Utbah) datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya Salim biasa masuk menemui kami sedangkan kami biasa memakai pakaian harian (yang di rumah), dan kami menganggapnya sebagai anak. Abu Hudzaifah mengangkatnya sebagai anak sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat Zaid sebagai anak, maka Allah menurunkan ayat, “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;” Syaikh Muqbil berkata, “Mungkin saja ayat ini berkenaan dengan keduanya,” wallahu a’lam.
[16] Yang melahirkan mereka. Oleh karena itulah, Zaid dipanggil dengan Zaid bin Haritsah, karena bapaknya adalah Haritsah.
[17] Lebih lurus dan mendapatkan petunjuk.
[18] Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang pernah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil Salim maula Huzaifah.
[19] Termasuk ke dalamnya ketika lisannya kelepasan sehingga memanggil anak angkat itu dengan menasabkan kepada yang bukan bapaknya, atau hanya mengetahui sebatas zhahirnya bahwa itu adalah bapaknya, padahal bukan, karena ketidaktahuannya, maka dalam hal ini tidak berdosa.
[20] Setelah mengetahui larangannya.
[21] Dia tidak menghukummu karena perbuatanmu di masa lalu dan memaafkan kesalahanmu yang tidak disengaja dan merahmatimu karena menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya yang memperbaiki agama dan duniamu, maka segala puji bagi-Nya atas hal itu.
[22] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan kepada kaum mukmin tentang keadaan Rasul dan kedudukannya agar mereka menyikapi Beliau dengan sikap yang pantas.
[23] Maksudnya, orang-orang mukmin itu sepatutnya mencintai Nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan. Oleh karena itu, ajakan Beliau harus lebih dituruti daripada ajakan diri mereka yang menginginkan kepada selain itu. Yang demikian adalah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengorbankan pikiran dan tenaganya untuk kebaikan mereka, Beliau adalah orang yang paling sayang kepada mereka, paling banyak kebaikannya bagi mereka. Dengan demikian, apabila keinginan dirinya atau keinginan orang lain berbenturan dengan keinginan Beliau, maka keinginan Beliau harus didahulukan, demikian pula tidak membantah ucapan Beliau dengan ucapan seseorang siapa pun dia, dan mereka harus rela mengorbankan diri mereka dan harta mereka untuk Beliau, mendahulukan kecintaan kepada Beliau di atas kecintaan kepada siapa pun, tidak berkata sampai Beliau berkata dan tidak maju berada di depan Beliau.
[24] Dalam hal haramnya menikahi mereka, berhak dimuliakan dan dihormati, bukan dalam hal khalwat (yakni tetap tidak boleh berkhalwat dengan istri Beliau).
[25] Yakni kerabat jauh atau dekat.
[26] Yakni daripada kewarisan yang didasarkan keimanan dan hijrah yang pernah terjadi di awal Islam, lalu kemudian dihapus. Jika tidak dihapus tentu akan menimbulkan kerusakan, keburukan dan hilat (tipu daya) untuk menghalangi kerabat dari memperoleh warisan. Ayat ini merupakan hujjah tentang kewalian kerabat dalam semua kewalian, seperti nikah, harta, dan lain-lain.
[27] Yang dimaksud dengan berbuat baik di sini adalah berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta, atau berbuat baik dengan harta kepada mereka dari hartamu.
[28] Yakni dihapuskan kewarisan karena iman dan hijrah dengan kewarisan yang didasarkan karena hubungan kekerabatan.
[29] Dan ditakdirkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala sehingga harus diberlakukan.
[30] Maksudnya, Al Lauhul Mahfuzh.
[31] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia mengambil perjanjian yang teguh dari para nabi secara umum, dan dari para rasul ulul ‘azmi secara khusus untuk menegakkan agama Allah dan berjihad di jalan-Nya, dan bahwa jalan ini adalah jalan yang dilalui para nabi terdahulu sampai diakhiri oleh penutup para nabi, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia juga memerintahkan manusia untuk mengikuti mereka.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan bertanya kepada para nabi dan para pengikut mereka tentang janji yang teguh ini, apakah mereka memenuhinya sehingga Dia akan memberikan balasan kepada mereka dengan surga yang penuh kenikmatan, atau bahkan mereka tidak memenuhinya sehingga Dia mengazab mereka dengan azab yang pedih? Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman di ayat lain, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya),” (Al Ahzaab: 23)
[32] Yakni agar mereka semua beribadah kepada Allah dan mengajak manusia beribadah kepada-Nya.
[33] Perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.
[34] Pada hari kiamat Allah akan menanyakan kepada para rasul sampai di mana usaha mereka menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umatnya dan sampai di mana umatnya melaksanakan ajaran Allah itu.
[14] Yakni yang yakin dan benar. Oleh karena itulah, Dia memerintahkan kamu untuk mengikuti perkataan dan syariat-Nya. Perkataan-Nya adalah hak dan syariat-Nya adalah hak, sedangkan perkataan dan perbuatan yang batil tidaklah dinisbatkan kepada-Nya dari berbagai sisi, dan tidak termasuk petunjuk-Nya, karena Dia tidaklah menunjukkan kecuali kepada jalan yang lurus dan benar.
[15] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Zaid bin Haritsah maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelumnya biasa kami panggil dengan Zaid bin Muhammad, sampai Allah menurunkan ayat, “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;”
Ibnul Jarud meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Sahlah binti Suhail bin ‘Amr (ia adalah istri Abu Hudzaifah bin ‘Utbah) datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya Salim biasa masuk menemui kami sedangkan kami biasa memakai pakaian harian (yang di rumah), dan kami menganggapnya sebagai anak. Abu Hudzaifah mengangkatnya sebagai anak sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat Zaid sebagai anak, maka Allah menurunkan ayat, “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;” Syaikh Muqbil berkata, “Mungkin saja ayat ini berkenaan dengan keduanya,” wallahu a’lam.
[16] Yang melahirkan mereka. Oleh karena itulah, Zaid dipanggil dengan Zaid bin Haritsah, karena bapaknya adalah Haritsah.
[17] Lebih lurus dan mendapatkan petunjuk.
[18] Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang pernah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil Salim maula Huzaifah.
[19] Termasuk ke dalamnya ketika lisannya kelepasan sehingga memanggil anak angkat itu dengan menasabkan kepada yang bukan bapaknya, atau hanya mengetahui sebatas zhahirnya bahwa itu adalah bapaknya, padahal bukan, karena ketidaktahuannya, maka dalam hal ini tidak berdosa.
[20] Setelah mengetahui larangannya.
[21] Dia tidak menghukummu karena perbuatanmu di masa lalu dan memaafkan kesalahanmu yang tidak disengaja dan merahmatimu karena menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya yang memperbaiki agama dan duniamu, maka segala puji bagi-Nya atas hal itu.
[22] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan kepada kaum mukmin tentang keadaan Rasul dan kedudukannya agar mereka menyikapi Beliau dengan sikap yang pantas.
[23] Maksudnya, orang-orang mukmin itu sepatutnya mencintai Nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan. Oleh karena itu, ajakan Beliau harus lebih dituruti daripada ajakan diri mereka yang menginginkan kepada selain itu. Yang demikian adalah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengorbankan pikiran dan tenaganya untuk kebaikan mereka, Beliau adalah orang yang paling sayang kepada mereka, paling banyak kebaikannya bagi mereka. Dengan demikian, apabila keinginan dirinya atau keinginan orang lain berbenturan dengan keinginan Beliau, maka keinginan Beliau harus didahulukan, demikian pula tidak membantah ucapan Beliau dengan ucapan seseorang siapa pun dia, dan mereka harus rela mengorbankan diri mereka dan harta mereka untuk Beliau, mendahulukan kecintaan kepada Beliau di atas kecintaan kepada siapa pun, tidak berkata sampai Beliau berkata dan tidak maju berada di depan Beliau.
[24] Dalam hal haramnya menikahi mereka, berhak dimuliakan dan dihormati, bukan dalam hal khalwat (yakni tetap tidak boleh berkhalwat dengan istri Beliau).
[25] Yakni kerabat jauh atau dekat.
[26] Yakni daripada kewarisan yang didasarkan keimanan dan hijrah yang pernah terjadi di awal Islam, lalu kemudian dihapus. Jika tidak dihapus tentu akan menimbulkan kerusakan, keburukan dan hilat (tipu daya) untuk menghalangi kerabat dari memperoleh warisan. Ayat ini merupakan hujjah tentang kewalian kerabat dalam semua kewalian, seperti nikah, harta, dan lain-lain.
[27] Yang dimaksud dengan berbuat baik di sini adalah berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta, atau berbuat baik dengan harta kepada mereka dari hartamu.
[28] Yakni dihapuskan kewarisan karena iman dan hijrah dengan kewarisan yang didasarkan karena hubungan kekerabatan.
[29] Dan ditakdirkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala sehingga harus diberlakukan.
[30] Maksudnya, Al Lauhul Mahfuzh.
[31] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia mengambil perjanjian yang teguh dari para nabi secara umum, dan dari para rasul ulul ‘azmi secara khusus untuk menegakkan agama Allah dan berjihad di jalan-Nya, dan bahwa jalan ini adalah jalan yang dilalui para nabi terdahulu sampai diakhiri oleh penutup para nabi, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia juga memerintahkan manusia untuk mengikuti mereka.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan bertanya kepada para nabi dan para pengikut mereka tentang janji yang teguh ini, apakah mereka memenuhinya sehingga Dia akan memberikan balasan kepada mereka dengan surga yang penuh kenikmatan, atau bahkan mereka tidak memenuhinya sehingga Dia mengazab mereka dengan azab yang pedih? Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman di ayat lain, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya),” (Al Ahzaab: 23)
[32] Yakni agar mereka semua beribadah kepada Allah dan mengajak manusia beribadah kepada-Nya.
[33] Perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.
[34] Pada hari kiamat Allah akan menanyakan kepada para rasul sampai di mana usaha mereka menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umatnya dan sampai di mana umatnya melaksanakan ajaran Allah itu.