Tafsir Al ‘Ankabut Ayat 1-13 (Laba-Laba)
Surah ke-29. 69 ayat. Makkiyyah
Surah ke-29. 69 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-7: Kehidupan dunia adalah tempat ujian, hikmah adanya ujian, dan bahwa balasan disesuaikan jenis amalan.
الم (١)أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢)وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (٤) مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (٥) وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٦) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَحْسَنَ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ (٧
Terjemah Surat Al Ankabut Ayat 1-7
1. Alif laam miim.
2. [1]Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji[2]?
3. Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.
4. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan[3] itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) kami[4]? Sangatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu[5]!
5. [6]Barang siapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang[7]. Dan Dia Yang Maha Mendengar[8] lagi Maha Mengetahui[9].
6. Dan barang siapa berjihad[10], maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri[11]. Sungguh, Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam[12].
7. [13]Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, pasti akan Kami hapus kesalahan-kesalahannya[14] dan mereka pasti akan Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan[15].
Ayat 8-9: Batasan taat kepada orang tua dan bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٨) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُدْخِلَنَّهُمْ فِي الصَّالِحِينَ (٩
Terjemah Surat Al Ankabut Ayat 8-9
8. [16]Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya[17]. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu[18], maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan[19].
9. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka pasti akan Kami masukkan ke dalam (golongan) orang yang saleh[20].
Ayat 10-13: Sikap orang yang lemah imannya dalam menghadapi cobaan, penjelasan tentang sifat orang-orang munafik dan orang-orang kafir, dan pelipatgandaan azab bagi orang-orang kafir.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ (١٠) وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ (١١) وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَايَاكُمْ وَمَا هُمْ بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (١٢) وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ (١٣
Terjemah Surat Al Ankabut Ayat 10-13
10. [21]Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, "Kami beriman kepada Allah,” Tetapi apabila dia disakiti[22] (karena dia beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu sebagai siksaan Allah[23]. Dan jika datang pertolongan dari Tuhanmu[24], niscaya mereka akan berkata, "Sesungguhnya kami bersama kamu[25].” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia[26]?
11. Dan Allah pasti mengetahui orang-orang yang beriman dan Dia pasti mengetahui orang-orang yang munafik[27].
12. [28]Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Ikutilah jalan kami, dan Kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri[29]. Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.
13. Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka[30], dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan[31].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang sempurnanya hikmah-Nya. Hikmah-Nya tidak menghendaki bahwa setiap orang yang mengaku mukmin tetap dalam keadaan aman dari fitnah dan ujian serta tida datang kepada mereka sesuatu yang menggoyang iman mereka. Yang demikian adalah karena jika tidak demikian, maka tidak dapat dibedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak (yakni berdusta) dan tidak dapat dibedakan antara orang yang benar dengan orang yang salah. Akan tetapi Sunnah-Nya dan kebiasaan-Nya terhadap generasi terdahulu sampai pada umat ini adalah bahwa Dia akan menguji mereka.
Barang siapa yang ketika fitnah syubhat (kesamaran) datang, imannya tetap kokoh dan dapat menolak dengan kebenaran yang dipegangnya. Dan ketika fitnah syahwat datang yang mengajaknya berbuat dosa dan maksiat atau memalingkan dari perintah Allah dan Rasul-Nya, ia bersabar dalam arti mengerjakan konsekwensi iman dan melawan hawa nafsunya, hal ini menunjukkan kebenaran imannya.
Akan tetapi barang siapa yang ketika syubhat datang, ada pengaruh dalam hatinya berupa keraguan dan kebimbangan dan ketika syahwat datang, membuatnya mengerjakan maksiat atau berpaling dari kewajiban, maka yang demikian menunjukkan tidak benar keimanannya. Manusia dalam hal ini berbeda-beda tingkatannya, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah. Oleh karena itu, kita meminta kepada Allah agar Dia menguatkan kita dengan ucapan yang teguh (Laailaahaillallah) di dunia dan akhirat dan mengokohkan kita di atas agamanya. Ujian dan cobaan ibarat kir (alat peniup api untuk besi) yang mengeluarkan kotorannya.
[2] Agar diketahui hakikat keimanan mereka.
[3] Yaitu syirk dan kemaksiatan.
[4] Yakni, apakah orang-orang yang perhatiannya mengerjakan keburukan mengira bahwa amal mereka akan dibiarkan, dan bahwa Allah lalai terhadap mereka atau mereka dapat lolos dari-Nya sehingga mereka berani mengerjakan keburukan dan mudah melakukannya.
[5] Ketetapan itu adalah ketetapan yang tidak adil, di samping itu di dalamnya mengandung pengingkaran kepada kekuasaan Allah dan hikmah-Nya, dan seakan-akan mereka memiliki kemampuan untuk menolak azab Allah, padahal mereka adalah makhluk yang lemah.
[6] Yakni, wahai orang yang mencintai Tuhannya, yang rindu bertemu dan dekat dengan-Nya, yang segera mendatangi keridhaan-Nya, bergembiralah karena dekatnya pertemuan dengan kekasih, karena pertemuan itu akan datang, dan semua yang datang adalah dekat,
oleh karena itu persiapkanlah bekal untuk bertemu dengan-Nya dan berjalanlah ke arahnya sambil berharap sampai kepada-Nya. Akan tetapi, tidak semua yang mengaku lalu diberikan dan tidak semua yang berangan-angan lalu disampaikan, karena Allah Maha Mendengar semua suara dan Maha Mengetahui niat seorang hamba. Jika ia benar dalam hal itu, maka ia akan mendapatkan keinginannya, sebaliknya jika ia dusta, maka pengakuannya tidaklah bermanfaat, dan Dia mengetahui siapa yang cocok memperoleh kecintaan-Nya dan siapa yang tidak.
[7] Oleh karena itu, bersiaplah untuk menghadapinya.
[8] Ucapan semua hamba.
[9] Amal dan hati mereka.
[10] Jihad melawan orang kafir atau jihad melawan hawa nafsu dan setan.
[11] Yakni manfaatnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk Allah.
[12] Baik manusia, jin maupun malaikat, dan Dia tidak butuh ibadah mereka. Dia tidaklah memerintah mereka agar Dia memperoleh manfaat dari mereka, dan tidak pula melarang mereka karena kikir kepada mereka. Sudah menjadi maklum, bahwa perintah dan larangan butuh adanya jihad (kesungguhan), karena jiwa seseorang pada tabiatnya berat melakukan kebaikan, setan juga menghalanginya, demikian pula orang kafir sama menghalanginya dari menegakkan agama-Nya, semua ini adalah penghalang yang butuh dijihadi dan dilawan dengan kesungguhan.
[13] Orang-orang yang dianugerahi Allah iman dan amal saleh, akan Allah hapus kesalahan mereka, karena kebaikan menghapuskan keburukan.
[14] Dengan amal salehnya.
[15] Yakni amal-amal baik yang mereka kerjakan, yang wajib maupun yang sunat.
[16] Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya (Sa’ad bin Abi Waqqas), bahwa terhadap dirinya turun beberapa ayat Al Qur’an, ia bercerita, “Ibu Sa’ad pernah bersumpah untuk tidak akan berbicara dengan Sa’ad sampai Sa’ad mau kafir kepada agamanya, dan ia berjanji akan mogok makan dan minum. Ibunya berkata, “Engkau mengatakan, bahwa Allah mewajibkan kamu berbuat baik kepada orang tuamu, aku ibumu, sekarang memerintahkan kamu berbuat itu (kafir kepada agama Islam).
” Sa’ad berkata, “Ibuku berdiam diri (tidak makan dan minum) selama tiga hari sehingga ia merasakan kepayahan yang sangat, lalu anaknya yang bernama ‘Amarah memberinya minum, kemudian ibunya memanggil Sa’ad, maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan dalam Al Qur’an ayat ini, “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku…dst.” (terj.
Al ‘Ankabut: 8). Di sana pun terdapat ayat, “Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Terj. Lukman: 15). Sa’ad juga bercerita, “R
sulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperoleh ghanimah yang besar, di antaranya terdapat sebuah pedang, maka aku mengambilnya dan membawa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku pun berkata, “Berikanlah kepadaku pedang ini.
Aku adalah seorang yang telah engkau ketahui keadaannya (yakni pandai memainkan pedang).
” Maka Beliau bersabda, “Kembalikanlah ke tempat kamu mengambil.” Lalu aku pergi, sehingga ketika aku hendak menaruhnya ke tempat barang rampasan (yang belum dibagi), maka aku mencela diriku sendiri, lalu aku kembali kepada Beliau dan berkata, “Berikanlah ia untukku.” Maka Beliau mengeraskan suaranya, “Kembalikanlah ia ke tempat kamu mengambil.” Maka Allah menurunkan ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal (Mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang).
” (Al Anfaal: 1). Sa’ad bercerita pula, “Aku pernah sakit, lalu aku kirim seseorang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau datang kepadaku, lalu aku berkata, “Biarkanlah aku membagi hartaku sesuai yang aku kehendaki.
” Ternyata Beliau menolak.” Aku berkata, “Bagaimana jika separuhnya (yakni aku wasiatkan).” Beliau ternyata menolak, maka aku berkata, “Bagaimana jika sepertiga?” Maka Beliau diam, oleh karenanya jika sepertiga ternyata dibolehkan. Sa’ad juga bercerita, “Aku pernah mendatangi sekumpulan kaum Anshar dan Muhajirin, mereka berkata, “Kemarilah, agar kami memberimu makan dan memberimu minuman khamr.
” Hal itu sebelum khamr diharamkan. Sa’ad juga bercerita, “Lalu aku mendatangi mereka dalam sebuah kebun, ternyata ada kepala hewan sembelihan yang dipanggang di dekat mereka dan sebuah geriba (tempat minum dari kulit) yang berisi khamr, maka aku makan dan minum bersama mereka, kemudian dibicarakanlah tentang kaum Muhajirin dan Anshar, aku berkata, “Kaum Muhajirin lebih baik daripada Anshar,” Lalu salah seorang mengambil salah satu rahang kepala (hewan itu) kemudian memukulku dengannya sehingga hidungku terluka, maka aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan hal itu, maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat berkenaan dengan khamr, “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaitan…dst.” (Terj. Al Maa’idah: 90).
[17] Baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
[18] Dan tidak ada seorang yang memiliki ilmu bahwa syirk itu benar. Hal ini untuk membesarkan masalah syirk.
[19] Yakni kemudian akan Aku beri balasan amalmu. Oleh karena itu, berbaktilah kepada kedua orang tuamu dan dahulukanlah ketaatan kepada keduanya, namun tetap di atas ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, karena ia harus didahulukan di atas segalanya.
[20] Maksudnya, orang yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke surga tergolong ke dalam golongan orang-orang saleh, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang saleh, masing-masing tergantung derajat dan kedudukannya di sisi Allah. Oleh karena itu, iman dan amal saleh adalah tanda kebahagiaan seorang hamba.
[21] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa Dia harus menguji orang yang mengaku beriman agar tampa jelas siapa yang benar imannya dan siapa yang dusta, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjelaskan, bahwa di antara manusia ada segolongan orang yang tidak sabar terhadap ujian dan tidak kokoh menghadapi sedikit kegoncangan.
[22] Seperti dipukul, diambil hartanya dan dicela, maka ia murtad dari agamanya dan kembali kepada kebatilan.
[23] Maksudnya, orang itu takut kepada penganiayaan manusia terhadapnya karena imannya, seperti takutnya kepada azab Allah, sehingga ia tinggalkan imannya itu.
[24] Seperti kemenangan sehingga memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
[25] Yakni, oleh karena itu sertakanlah kami dalam ghanimah. Karena hal itu sesuai selera hawa nafsunya. Orang seperti ini sama seperti yang disebutkan dalam surah Al Hajj: 11, “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
[26] Apakah keimanan atau kemunafikan yang bersemayam dalam dirinya.
[27] Oleh karena itu, Dia akan mengadakan cobaan dan ujian agar pengetahuan-Nya itu jelas di hadapan manusia, lalu Dia membalas sesuai yang tampak itu, tidak hanya berdasarkan pengetahuan-Nya saja, karena bisa saja nanti mereka berhujjah di hadapan Allah, bahwa mereka jika diuji akan sabar.
[28] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan kedustaan orang kafir dan ajakan mereka kepada kaum mukmin untuk mengikuti agama mereka. Di dalamnya sekaligus peringatan kepada kaum mukmin agar tidak tertipu oleh mereka serta terperangkap makar mereka.
[29] Mungkin timbul sangkaan bahwa orang-orang kafir yang mengajak kepada kekafirannya, demikian pula orang yang sama dengan mereka di antara penyeru kebatilan, hanya memikul dosa yang mereka lakukan, maka pada ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjelaskan, bahwa mereka akan memikul pula dosa orang-orang yang mengikuti mereka.
[30] Karena ajakan mereka kepada kaum mukmin agar mengikuti jalan mereka dan karena mereka menyesatkan para pengikut mereka.
[31] Berupa keburukan, penghiasan mereka terhadap perbuatan buruk dan ucapan mereka, bahwa mereka siap menanggung dosa.
[7] Oleh karena itu, bersiaplah untuk menghadapinya.
[8] Ucapan semua hamba.
[9] Amal dan hati mereka.
[10] Jihad melawan orang kafir atau jihad melawan hawa nafsu dan setan.
[11] Yakni manfaatnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk Allah.
[12] Baik manusia, jin maupun malaikat, dan Dia tidak butuh ibadah mereka. Dia tidaklah memerintah mereka agar Dia memperoleh manfaat dari mereka, dan tidak pula melarang mereka karena kikir kepada mereka. Sudah menjadi maklum, bahwa perintah dan larangan butuh adanya jihad (kesungguhan), karena jiwa seseorang pada tabiatnya berat melakukan kebaikan, setan juga menghalanginya, demikian pula orang kafir sama menghalanginya dari menegakkan agama-Nya, semua ini adalah penghalang yang butuh dijihadi dan dilawan dengan kesungguhan.
[13] Orang-orang yang dianugerahi Allah iman dan amal saleh, akan Allah hapus kesalahan mereka, karena kebaikan menghapuskan keburukan.
[14] Dengan amal salehnya.
[15] Yakni amal-amal baik yang mereka kerjakan, yang wajib maupun yang sunat.
[16] Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya (Sa’ad bin Abi Waqqas), bahwa terhadap dirinya turun beberapa ayat Al Qur’an, ia bercerita, “Ibu Sa’ad pernah bersumpah untuk tidak akan berbicara dengan Sa’ad sampai Sa’ad mau kafir kepada agamanya, dan ia berjanji akan mogok makan dan minum. Ibunya berkata, “Engkau mengatakan, bahwa Allah mewajibkan kamu berbuat baik kepada orang tuamu, aku ibumu, sekarang memerintahkan kamu berbuat itu (kafir kepada agama Islam).
” Sa’ad berkata, “Ibuku berdiam diri (tidak makan dan minum) selama tiga hari sehingga ia merasakan kepayahan yang sangat, lalu anaknya yang bernama ‘Amarah memberinya minum, kemudian ibunya memanggil Sa’ad, maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan dalam Al Qur’an ayat ini, “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku…dst.” (terj.
Al ‘Ankabut: 8). Di sana pun terdapat ayat, “Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Terj. Lukman: 15). Sa’ad juga bercerita, “R
sulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperoleh ghanimah yang besar, di antaranya terdapat sebuah pedang, maka aku mengambilnya dan membawa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku pun berkata, “Berikanlah kepadaku pedang ini.
Aku adalah seorang yang telah engkau ketahui keadaannya (yakni pandai memainkan pedang).
” Maka Beliau bersabda, “Kembalikanlah ke tempat kamu mengambil.” Lalu aku pergi, sehingga ketika aku hendak menaruhnya ke tempat barang rampasan (yang belum dibagi), maka aku mencela diriku sendiri, lalu aku kembali kepada Beliau dan berkata, “Berikanlah ia untukku.” Maka Beliau mengeraskan suaranya, “Kembalikanlah ia ke tempat kamu mengambil.” Maka Allah menurunkan ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal (Mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang).
” (Al Anfaal: 1). Sa’ad bercerita pula, “Aku pernah sakit, lalu aku kirim seseorang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau datang kepadaku, lalu aku berkata, “Biarkanlah aku membagi hartaku sesuai yang aku kehendaki.
” Ternyata Beliau menolak.” Aku berkata, “Bagaimana jika separuhnya (yakni aku wasiatkan).” Beliau ternyata menolak, maka aku berkata, “Bagaimana jika sepertiga?” Maka Beliau diam, oleh karenanya jika sepertiga ternyata dibolehkan. Sa’ad juga bercerita, “Aku pernah mendatangi sekumpulan kaum Anshar dan Muhajirin, mereka berkata, “Kemarilah, agar kami memberimu makan dan memberimu minuman khamr.
” Hal itu sebelum khamr diharamkan. Sa’ad juga bercerita, “Lalu aku mendatangi mereka dalam sebuah kebun, ternyata ada kepala hewan sembelihan yang dipanggang di dekat mereka dan sebuah geriba (tempat minum dari kulit) yang berisi khamr, maka aku makan dan minum bersama mereka, kemudian dibicarakanlah tentang kaum Muhajirin dan Anshar, aku berkata, “Kaum Muhajirin lebih baik daripada Anshar,” Lalu salah seorang mengambil salah satu rahang kepala (hewan itu) kemudian memukulku dengannya sehingga hidungku terluka, maka aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan hal itu, maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat berkenaan dengan khamr, “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaitan…dst.” (Terj. Al Maa’idah: 90).
[17] Baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
[18] Dan tidak ada seorang yang memiliki ilmu bahwa syirk itu benar. Hal ini untuk membesarkan masalah syirk.
[19] Yakni kemudian akan Aku beri balasan amalmu. Oleh karena itu, berbaktilah kepada kedua orang tuamu dan dahulukanlah ketaatan kepada keduanya, namun tetap di atas ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, karena ia harus didahulukan di atas segalanya.
[20] Maksudnya, orang yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke surga tergolong ke dalam golongan orang-orang saleh, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang saleh, masing-masing tergantung derajat dan kedudukannya di sisi Allah. Oleh karena itu, iman dan amal saleh adalah tanda kebahagiaan seorang hamba.
[21] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan bahwa Dia harus menguji orang yang mengaku beriman agar tampa jelas siapa yang benar imannya dan siapa yang dusta, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjelaskan, bahwa di antara manusia ada segolongan orang yang tidak sabar terhadap ujian dan tidak kokoh menghadapi sedikit kegoncangan.
[22] Seperti dipukul, diambil hartanya dan dicela, maka ia murtad dari agamanya dan kembali kepada kebatilan.
[23] Maksudnya, orang itu takut kepada penganiayaan manusia terhadapnya karena imannya, seperti takutnya kepada azab Allah, sehingga ia tinggalkan imannya itu.
[24] Seperti kemenangan sehingga memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
[25] Yakni, oleh karena itu sertakanlah kami dalam ghanimah. Karena hal itu sesuai selera hawa nafsunya. Orang seperti ini sama seperti yang disebutkan dalam surah Al Hajj: 11, “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
[26] Apakah keimanan atau kemunafikan yang bersemayam dalam dirinya.
[27] Oleh karena itu, Dia akan mengadakan cobaan dan ujian agar pengetahuan-Nya itu jelas di hadapan manusia, lalu Dia membalas sesuai yang tampak itu, tidak hanya berdasarkan pengetahuan-Nya saja, karena bisa saja nanti mereka berhujjah di hadapan Allah, bahwa mereka jika diuji akan sabar.
[28] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan kedustaan orang kafir dan ajakan mereka kepada kaum mukmin untuk mengikuti agama mereka. Di dalamnya sekaligus peringatan kepada kaum mukmin agar tidak tertipu oleh mereka serta terperangkap makar mereka.
[29] Mungkin timbul sangkaan bahwa orang-orang kafir yang mengajak kepada kekafirannya, demikian pula orang yang sama dengan mereka di antara penyeru kebatilan, hanya memikul dosa yang mereka lakukan, maka pada ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjelaskan, bahwa mereka akan memikul pula dosa orang-orang yang mengikuti mereka.
[30] Karena ajakan mereka kepada kaum mukmin agar mengikuti jalan mereka dan karena mereka menyesatkan para pengikut mereka.
[31] Berupa keburukan, penghiasan mereka terhadap perbuatan buruk dan ucapan mereka, bahwa mereka siap menanggung dosa.
Nara sumber ; Al Quran Kemenag