Surah Al Mujaadilah (Wanita Yang Mengajukan Gugatan)
Surah ke-58. 22 ayat. Madaniyyah
Untuk ayat 12 samapai 22
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 12-13: Perintah kepada kaum mukmin untuk bersedekah kepada kaum fakir sebelum berbincang-bincang dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana di dalamnya terdapat sikap memuliakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, memberikan manfaat kepada kaum fakir dan memisahkan antara pecinta dunia dan pecinta akhirat, namun hukum ini telah dimansukh.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٢) أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٣)
Terjemah Surat Al Mujadilah Ayat 12-13
12. [1]Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[2].
13. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya[3] dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah shalat[4], dan tunaikanlah zakat[5] serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya![6] Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan[7].
Ayat 14-21: Beberapa ayat ini membicarakan tentang orang-orang munafik yang mengambil orang-orang Yahudi sebagai kawannya, dimana mereka mencintai dan bersikap setiap kepadanya, maka di dalam ayat ini tirai dan kedok mereka dibuka. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berteman dengan orang-orang yang memusuhi Islam.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مَا هُمْ مِنْكُمْ وَلا مِنْهُمْ وَيَحْلِفُونَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (١٤) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٥) اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (١٦) لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١٧) يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُونَ (١٨)اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (١٩) إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ فِي الأذَلِّينَ (٢٠) كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (٢١)
Terjemah Surat Al Mujadilah Ayat 14-21
14. [8]Tidakkah engkau perhatikan orang-orang (munafik) yang menjadikan suatu kaum yang telah dimurkai Allah[9] sebagai sahabat? Orang-orang itu bukan dari (kaum) kamu[10] dan bukan dari (kaum) mereka[11]. [12]Dan mereka bersumpah atas kebohongan[13], sedang mereka mengetahuinya[14].
15. Allah telah menyediakan azab yang sangat keras bagi mereka. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan.
16. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai[15], lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah[16]; maka bagi mereka azab yang menghinakan[17].
17. Harta benda dan anak-anak mereka tidak berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka[18], mereka kekal di dalamnya.
18. [19](Ingatlah) pada hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka orang-orang mukmin) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu[20]; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat)[21]. Ketahuilah, bahwa mereka orang-orang pendusta.
19. Setan telah menguasai mereka[22], lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi[23].
20. [24]Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.
21. Allah telah menetapkan[25], "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang[26].” Sungguh, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.
Ayat 22: Menerangkan cinta dan benci karena Allah dimana hal itu merupakan pokok keimanan, dan bahwa iman tidaklah sempurna kecuali dengan memusuhi musuh-musuh Allah.
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)
Terjemah Surat Al Mujadilah Ayat 22
22. Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya[27], sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya.
Meraka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Lalu dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kaum mukmin untuk bersedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemberian adab dan pengajaran untuk mereka dan untuk memuliakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hal itu, karena memuliakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih baik bagi orang-orang mukmin, yakni lebih memperbanyak kebaikan dan pahala mereka serta lebih menyucikan mereka dari noda dosa yang di antaranya adalah meninggalkan sikap menghormati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan beradab terhadap Beliau dengan banyak melakukan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, ketika diperintahkan bersedekah sebelum melakukan pembicaraan dengan Beliau,
maka yang demikian merupakan mizan (tambangan) bagi orang yang menginginkan kebaikan dan ilmu, sehingga ia pun mau bersedekah, tetapi bagi orang yang tidak memiliki keinginan kepada kebaikan yang maksudnya adalah semata-mata banyak berbicara dengan Beliau, maka ia pun menahan diri -karena ada perintah bersedekah itu- dari berbicara yang tidak ada faedahnya yang memberatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini tertuju kepada orang yang mampu bersedekah, adapun orang yang tidak mampu bersedekah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak memberatkannya bahkan memaafkan dan memakluminya dan membolehkan baginya berbincang-bincang tanpa mengeluarkan sedekah terlebih dahulu dimana ia tidak sanggup mengeluarkannya.
Selanjutnya, ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala melihat beratnya mereka mengeluarkan sedekah untuk setiap kali pembicaraan, maka Dia memudahkan mereka dan tidak menghukum mereka karena tidak bersedekah sebelumnya, namun memuliakan Beliau dan menghormatinya tidaklah dimansukh (dihapus), karena hal ini termasuk perkara yang disyariatkan karena sebab yang lain, bukan maksud itu sendiri, bahkan maksudnya adalah beradab terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memuliakan Beliau, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan mereka beberapa perkara besar yang merupakan maksudnya, Dia berfirman, “Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya!”
[2] Ayat ini kemudian dimansukh dengan ayat setelahnya.
[3] Yakni tidak mudah bagimu mengeluarkan sedekah. Namun tidak cukup sampai di sini, karena tidak menjadi syarat bagi ‘perintah’ harus ringan bagi seorang hamba. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala membatasinya dengan firman-Nya, “dan Allah telah memberi ampun kepadamu,” yakni memaafkan hal itu untuk kamu.
[4] Dengan rukun dan syaratnya serta memperhatikan semua batasannya.
[5] Kepada para mustahiknya.
Shalat dan zakat merupakan induk ibadah badan dan harta, barang siapa yang mengerjakan keduanya sesuai cara yang disyariatkan, maka ia telah memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya.
[6] Yakni tetaplah berada di atas taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Termasuk ke dalam taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah melaksanakan perintah keduanya, menjauhi larangan, membenarkan berita dan berada dalam batasan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[7] Dia mengetahui amal yang kamu kerjakan lalu Dia akan membalas kamu sesuai ilmu-Nya terhadap apa yang ada di hatimu.
[8] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang buruknya keadaan kaum munafik yang berwala’ (memberikan sikap cinta dan setia) kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai sahabat, baik mereka itu orang-orang Yahudi, Nasrani dan yang lainnya yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala murkai. Mereka memperoleh laknat Allah dan bersikap ragu-ragu antara beriman atau kafir. Mereka bukan orang-orang mukmin baik zhahir (luar) maupun batin (dalam) karena batin mereka bersama orang-orang kafir, dan bukan pula orang-orang kafir baik zhahir maupun batin karena zhahir mereka bersama kaum mukmin. Inilah sifat mereka yang telah disebutkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, mereka bersumpah dengan sumpah yang berlawanan dengan keadaan mereka, yaitu bahwa mereka adalah orang-orang mukmin, padahal mereka mengetahui bahwa mereka bukan orang-orang mukmin. Maka balasan terhadap mereka yang berkhianat itu yang fasik lagi berdusta adalah Allah siapkan untuk mereka azab yang pedih. Mereka mengerjakan perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, mendatangkan hukuman dan laknat-Nya.
[9] Yaitu orang-orang Yahudi.
[10] Yaitu orang-orang mukmin.
[11] Yaitu orang-orang Yahudi.
[12] Imam Ahmad di juz 1 hal. 240 meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk menemui kamu seorang yang melihat dengan satu mata setan atau kedua mata setan.”
Lalu ada seorang yang biru matanya dan berkata, “Wahai Muhammad! Atas dasar apa engkau engkau memakiku atau mencelaku.” atau semisalnya. Ibnu Abbas berkata, “Ia pun bersumpah, dan turunlah ayat ini yang ada di surah Al Mujaadilah, “Dan mereka bersumpah atas kebohongan,” dan ayat yang lain. (Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawaa’id, “Diriwayatkan oleh Ahmad, Al Bazzar dan para perawi semuanya adalah para perawi hadits shahih, namun di sana disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang berkata kepada orang itu, “Atas dasar apa engkau dan kawanmu memakiku.” Syaikh Muqbil menjelaskan, bahwa inilah yang disebutkan dalam Musnad di halaman 267 dan 350.
Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Hakim dalam Mustadrak juz 2 hal. 482, ia berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, namun keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak menyebutkannya.”).
Ibnu Jarir di juz 10 hal. 185 dan Asy Syaukaani di juz 2 hal. 384 menyandarkannya kepada Thabrani, Abusy Syaikh dan Ibnu Mardawaih dari hadits Ibnu Abbas yang sama dengan hadits di atas, namun di sana disebutkan, dan turunlah ayat, “Wa yahlifuuna billahi maa qaaluu…dst” (At Taubah: 74) Syaikh Muqbil menjelaskan, bisa saja kedua ayat itu turun bersamaan karena satu sebab atau bisa juga karena mudhtrarib (goncangnya) Sammak bin Harb, karena ia seorang yang goncang haditsnya terlebih setelah tuanya, wallahu a’lam. Sedangkan ayat yang turun di surah Al Mujaadilah lebih kuat karena yang meriwayatkan darinya adalah Syu’bah, dan ia sudah mendengar sejak lama sebagaimana disebutkan dalam Tahdzibut Tahdzib.
[13] Bahwa mereka beriman.
[14] Bahwa mereka berdusta dalam ucapan itu.
[15] Terhadap diri dan harta mereka. Mereka gunakan sumpah itu agar mereka tidak mendapatkan celaan dari Allah, Rasul-Nya dan kaum mukmin.
[16] Yaitu jalan yang menghubungkan ke surga, seperti jihad dan lainnya. Mereka halangi diri mereka dan orang lain dari jalan Allah tersebut.
[17] Karena mereka sombong dari beriman kepada Allah dan tunduk kepada ayat-ayat-Nya sehingga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghinakan mereka dengan azab yang kekal yang tidak dikurangi meskipun sebentar dan tidak pula diberi tangguh.
[18] Mereka tidak akan dikeluarkan darinya.
[19] Oleh karena orang-orang munafik ketika berada di dunia menipu kaum mukmin, mereka bersumpah bahwa mereka adalah kaum mukmin, maka pada hari Kiamat ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala membangkitkan mereka, mereka akan bersumpah kepada Allah sebagaimana mereka bersumpah kepada kaum mukmin dan mengira bahwa sumpah mereka itu bermanfaat karena kekafiran, kemunafikan dan keyakinan mereka yang batil senantiasa tertancap dalam hati mereka sedikit demi sedikit sehingga membuat mereka tertipu dan membuat mereka menyangka bahwa mereka di atas sesuatu yang dapat diperhitungkan, sedangkan mereka berdusta, dan dusta itu tidaklah laku di hadapan Tuhan yang mengetahui yang gaib dan yang tampak. Hal ini akibat mereka dikuasai oleh setan dan dihias olehnya amalan mereka serta dibuatnya melupakan mengingat Allah, padahal sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata yang tidak menginginkan untuk mereka selain keburukan, dimana ia tidaklah menyeru pengikutnya selain kepada neraka.
[20] Di dunia.
[21] Dari sumpah mereka itu di akhirat sebagaimana sumpah itu bermanfaat ketika di dunia.
[22] Sehingga mereka selalu menaati setan.
[23] Yang merugikan agama mereka, dunia mereka, diri mereka dan keluarga mereka.
[24] Ayat ini dan ayat setelahnya merupakan ancaman dan janji. Ancaman terhadap orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya dengan berbuat kufur dan maksiat bahwa ia akan ditelantarkan dan dihinakan serta tidak mendapatkan akhir yang baik. Dan terdapat janji bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya serta mengikuti para rasul-Nya, bahwa untuk mreka kemenangan dan pertolongan di dunia dan akhirat. Ini merupakan janji yang tidak dapat dipungkiri dan diubah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala Mahabenar, Mahakuat dan Mahaperkasa dimana tidak ada yang dapat menghalangi keinginan-Nya.
[25] Dalam Lauh Mahfuzh.
[26] Dengan hujjah atau pedang.
[27] Maksudnya, tidak mungkin orang-orang yang beriman itu berkasih sayang kepada orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, karena orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir secara hakiki akan mengamalkan konsekwensi keimanan dan hal yang menyatu dengannya berupa mencintai orang-orang yang beriman dan berwala’ kepada mereka serta membenci orang-orang yang tidak beriman dan memusuhinya meskipun ia adalah orang yang paling dekat hubungan dengannya. Inilah keimanan yang hakiki yang ada buahnya dan maksudnya.
Orang-orang yang seperti ini telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka sehingga syubhat dan keraguan tidak akan berpengaruh lagi terhadapnya. Merekalah orang-orang yang telah dikuatkan Allah dengan ruh dari-Nya, yaitu dengan wahyu dan pertolongan-Nya serta bantuan ilahi serta ihran rabbani seperti kemauan batin, kebersihan hat, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.
Merekalah orang yang mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan memperoleh surga yang penuh kenikmatan di akhirat; yang di dalamnya terdapat segala yang disenangi jiwa dan indah dipandang mata, dan mereka mendapatkan nikmat yang paling besar dan paling utama, yaitu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan melimpahkan kepada mereka keridhaan-Nya sehingga Dia tidak akan murka lagi kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Tuhan mereka karena pemberian-Nya itu berupa berbagai keistimewaan, berbagai balasan, pemberian yang banyak dan ketinggian derajat dimana mereka tidak melihat ada lagi pemberian yang melebihi itu.
Adapun orang yang mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah dan hari Akhir, namun dia mengasihi musuh-musuh Allah; mencintai orang yang membuang iman ke belakang punggungnya, maka iman ini adalah iman pengakuan yang tidak ada hakikatnya, karena segala sesuatu butuh bukti yang membenarkannya. Pengakuan semata tidaklah membuahkan apa-apa dan tidak membenarkan pengakunya.
Selesai
Dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, walaa haula walaa quwwata illa billah.