Pada dasarnya sebaik-baiknya Al Quran dibaca dan diterjemahkan dari Al Qur'an aslinya
Sehingga terjaga keasliannya . Namun dalam keterbatasan untuk membaca dan memahami Al Quran beberapa argumentasi bisa di dapat seperti.
“Jawabannya ialah boleh, tetapi kemudian jangan hanya cukup dari mempelajari terjemahan Al-Qur’an saja.
Dalam memahami ajaran Islam, tentu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami dan mempelajari cara membaca Al-Qur’an itu sendiri, lalu meluas sampai kepada mempelajari tafsir dan ilmu-ilmu Al-Qur’an lainnya,” ucap Ustaz H. Rahmadi Wibowo, Lc., M.A., M.Hum.,
selaku anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah sekaligus Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Pengajian dan Pembinaan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Ucapan tersebut merupakan jawaban yang diberikan saat ia menjawab pertanyaan “Bolehkah belajar Al-Qur’an melalui terjemahannya saja?
” yang diajukan oleh peserta Kajian Rutin Bakda Magrib di Masjid Islamic Center UAD. Acara ini diadakan oleh UAD melalui Lembaga Pengkajian Studi Islam (LPSI) dan Pesantren Mahasiswa K.H. Ahmad Dahlan (Persada), pada Jum’at 21 Januari 2022, di kanal YouTube Masjid Islamic Center UAD.
Lalu apa perbedaan antara terjemahan Al-Qur’an dan tafsir?
Ustaz Rahmadi menjelaskan bahwa terjemahan hanyalah sebatas menyalin dari bahasa satu ke bahasa lainnya, dalam hal ini bermakna bahasa Arab diterjemahkan ke bahasa yang dikehendaki. Sedangkan tafsir menurutnya memiliki pengertian yang luas dan mendalam terkait makna Al-Qur’an.
“Definisi tafsir itu menjelaskan makna dan substansi dari Al-Qur’an, baik dari sisi ketentuan hukum dan sampai kepada hikmah yang terkandung di dalamnya.”
Pertanyaan selanjutnya diberikan, yakni tentang “Bagaimana meraih berkah dari rezeki yang dimiliki?”
“Kita harus paham dengan konsep rezeki, yang maknanya bisa berupa pemberian secara materi maupun nonmateri. Sebenarnya, semua yang diberikan Allah kepada manusia adalah rezeki. Lalu bagaimana rezeki ini menjadi berkah? Berkah ini bisa beragam bentuknya, yakni bertambah kenikmatannya, bertambah nilainya, bertambah kebahagiaannya, bertambah ketenangannya, dan lain sebagainya,” jawabnya.
Ustaz Rahmadi menambahkan, ada beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang bisa menjadi rujukan tentang segala karunia dari Allah supaya menjadi berkah. Bersyukur adalah sikap pertama untuk mendatangkan berkah, seperti yang disebutkan di dalam surah Ibrahim ayat 7, yang artinya “Jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu ingkar, maka azabku sangat pedih.”
“Bersyukur tidak hanya sebatas ucapan alhamdulillah, tetapi menggunakan rezeki yang miliki sesuai dengan hukum dan anjuran di dalam syariat, seperti misalnya berbagi rezeki kepada makhluk hidup lainnya,” jelas Ustaz Rahmadi.
Terkait pertanyaan selanjutnya tentang, “Bagaimana khusyuk saat salat?” Ia menjawab, bahwa terdapat banyak tips dalam melakukan salat secara khusyuk dari para ulama. “Salah satunya tipsnya yakni menganggap salat yang dilakukan pada saat itu, merupakan salat terakhir sebelum tutup usia.”
Sebagai penutup, Ustaz Rahmadi menekankan bahwa salat yang khusyuk adalah seseorang yang mampu memaknai salatnya. “Nilai kejujuran dan disiplin adalah sikap yang diajarkan di dalam salat, jadi khusyuk haruslah dipersiapkan sejak awal sebelum melakukan salat.